Kepemimpinan dalam Manuskrip Sunda Buhun Kabuyutan Ciburuy: Warisan Lokal untuk Pemimpin Masa Kini
- Roni Adi
- May 28
- 6 min read
Pendahuluan

Kepemimpinan adalah aspek krusial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Di Indonesia, khususnya dalam budaya Sunda, konsep kepemimpinan memiliki akar sejarah dan filosofi yang sangat dalam, yang tercermin dalam manuskrip-manuskrip kuno. Salah satu sumber penting pemahaman tentang kepemimpinan tradisional Sunda adalah manuskrip Sunda Buhun yang tersimpan di Kabuyutan Ciburuy, sebuah situs budaya kuno di Garut, Jawa Barat. Manuskrip-manuskrip ini bukan hanya dokumen sejarah, tetapi juga cerminan nilai-nilai moral, etika, dan kearifan lokal yang membentuk karakter dan fungsi pemimpin dalam masyarakat Sunda (Setiati & Resita, 2022; Rodiyah et al., 2018).
Artikel ini bertujuan untuk menguraikan konsep kepemimpinan yang tersirat dalam manuskrip Sunda Buhun Kabuyutan Ciburuy dan relevansinya bagi kepemimpinan modern. Dengan menelaah nilai-nilai etis, karakteristik ideal pemimpin, peran perempuan, serta integrasi kearifan lokal dan nilai agama, artikel ini mencoba menawarkan perspektif empiris dan sistematis untuk memahami dan mengaplikasikan kepemimpinan yang berakar pada tradisi Sunda dalam konteks zaman kini.
Sunda Buhun dan Kabuyutan Ciburuy: Sumber Pengetahuan Kepemimpinan
Sunda Buhun adalah istilah yang merujuk pada tradisi, kepercayaan, dan filosofi Sunda kuno yang telah ada jauh sebelum pengaruh Islam dan budaya Barat masuk ke wilayah ini (Widuri, 2016). Kabuyutan Ciburuy sendiri adalah situs budaya yang menjadi tempat tersimpannya ribuan lembar lontar yang memuat pengetahuan dan nilai-nilai luhur masyarakat Sunda sejak abad ke-16 hingga ke-18 Masehi (Ruhimat, 2017).
Manuskrip-manuskrip ini menjadi sumber penting bagi para peneliti untuk menggali bagaimana masyarakat Sunda mengatur kehidupan sosial, politik, dan religius mereka, termasuk bagaimana mereka memandang dan mempraktikkan kepemimpinan (Darsa & Sumarlina, 2022). Sayangnya, banyak manuskrip dalam kondisi yang rentan sehingga memerlukan perhatian serius untuk pelestarian agar pengetahuan ini tidak hilang ditelan zaman.
Kerangka Etika dalam Kepemimpinan Sunda
Salah satu manuskrip paling penting yang membahas kepemimpinan adalah Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Naskah ini menjelaskan prinsip-prinsip etika yang harus dipegang teguh oleh seorang pemimpin. Dalam ajaran ini, terdapat konsep parigeuing, yaitu panduan kepemimpinan yang menuntut pemimpin untuk mengamalkan astaguna atau “delapan kebijaksanaan” sebagai landasan kepemimpinan yang harmonis dan efektif (Hastuti et al., 2021).
Delapan kebijaksanaan tersebut adalah:
Animan (kelembutan) – pemimpin harus berperilaku lembut dan bijaksana dalam mengelola masyarakat.
Ahiman (ketegasan) – namun tetap menunjukkan ketegasan dan konsistensi dalam pengambilan keputusan.
Mahiman (berpikiran luas) – memiliki wawasan luas dan terbuka terhadap ide dan kritik.
Lagiman (kelincahan) – tanggap dan cekatan dalam menghadapi perubahan dan tantangan.
Prapti (ketepatan) – selalu tepat dalam waktu dan tindakan yang diambil.
Prakamya (ketekunan) – rajin dan ulet dalam menjalankan tugas.
Isitwa (kejujuran) – menjunjung tinggi integritas dan kebenaran.
Wasitwa (keterbukaan terhadap kritik) – bersedia mendengarkan dan menerima masukan untuk perbaikan (Hastuti et al., 2021).
Kerangka ini menekankan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kekuasaan, tetapi juga soal tanggung jawab moral dan spiritual untuk kesejahteraan masyarakat.
Karakteristik Pemimpin Ideal dalam Manuskrip Sunda
Berdasarkan kajian terhadap novel sejarah dan manuskrip Sunda, misalnya analisis karakter Yogaswara dalam Mantri Jero, pemimpin ideal digambarkan sebagai sosok yang menggabungkan keahlian praktis dengan keutamaan moral (Darajat et al., 2020). Selain parigeuing, terdapat juga konsep dasa pasanta dan opat panyaraman yang menjadi tolok ukur kualitas kepemimpinan.
Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memimpin dengan adil, bijaksana, dan memiliki visi yang jelas. Mereka juga harus peduli pada kesejahteraan rakyat, tidak egois, dan mampu menjaga keharmonisan sosial. Kualitas ini mencerminkan perpaduan antara kemampuan manajerial dan nilai-nilai etika yang tertanam dalam budaya Sunda.
Peran Perempuan dalam Kepemimpinan Sunda
Tradisi Sunda pada awalnya memberikan ruang yang cukup besar bagi perempuan untuk berperan sebagai pemimpin dan pelaku pengaruh sosial (Amanah et al., 2023). Dalam mitologi dan filosofi Sunda, perempuan memiliki status yang terhormat dan dianggap setara dengan laki-laki.
Namun, dengan munculnya budaya patriarki pada masa feodalisme, posisi perempuan dalam kepemimpinan mengalami penurunan. Meski begitu, di era modern, pergeseran sosial mulai memperlihatkan peningkatan pengakuan terhadap kemampuan perempuan dalam politik dan kepemimpinan, terutama di kalangan legislator Sunda yang menunjukkan nilai politik seperti kesadaran, keterbukaan, dan komunikasi yang fleksibel (Amanah et al., 2023).
Tokoh Kepemimpinan Sunda: Warisan dan Teladan
Raja Siliwangi
Raja Siliwangi merupakan figur legendaris dan simbol kepemimpinan yang ideal dalam sejarah Sunda (Isnendes et al., 2019). Dalam berbagai karya sastra, Raja Siliwangi digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, kuat, dan mampu menyatukan rakyat Sunda. Identitas dan simbolisme Raja Siliwangi seringkali digunakan untuk menginspirasi pemimpin masa kini.
Prabu Wangi, Niskala Wastu Kancana, dan Sri Baduga Maharaja
Selain Raja Siliwangi, tokoh-tokoh seperti Prabu Wangi dan Niskala Wastu Kancana juga dikenang sebagai pemimpin yang membawa kemajuan dan stabilitas. Niskala Wastu Kancana, misalnya, dikenal karena berhasil mengubah Kabuyutan menjadi pusat politik sekaligus mempertahankan fungsi spiritualnya (Budimansyah et al., 2020).
Cerita dan nilai-nilai yang tercermin dalam kepemimpinan mereka menjadi bahan pembelajaran berharga bagi pengembangan kepemimpinan yang berakar pada budaya lokal.
Kearifan Lokal dalam Kepemimpinan Sunda
Nilai-Nilai Lokal
Kearifan lokal Sunda sangat berpengaruh dalam membentuk pola kepemimpinan yang beretika dan harmonis. Nilai-nilai yang terkandung dalam Sanghyang Siksakandang Karesian dan prinsip parigeuing menjadi landasan yang menuntun pemimpin agar bertindak demi keseimbangan sosial dan alam (Hastuti et al., 2021).
Konsep Tri Tangtu Di Bumi
Konsep Tri Tangtu Di Bumi adalah kosmologi Sunda yang memadukan tata wilayah (spatial order), tata wayah (temporal order), dan tata lampah (behavioral order) sebagai prinsip utama yang harus dijaga oleh pemimpin untuk menciptakan keseimbangan makro dan mikro kosmos (Sumarlina et al., 2020).
Dalam konteks ini, pemimpin bukan hanya pengatur wilayah dan waktu, tetapi juga penjaga tata perilaku masyarakat agar selaras dengan alam dan nilai-nilai luhur.
Pengaruh Nilai Islam dalam Kepemimpinan Sunda
Kedatangan Islam ke wilayah Sunda turut mengubah dan memperkaya tradisi kepemimpinan lokal. Manuskrip seperti Babad Awak Salira mengandung nilai-nilai Islam yang mengajarkan etika dan moral yang sejalan dengan prinsip-prinsip kepemimpinan Sunda (Arisandi et al., 2021).
Integrasi nilai-nilai ini memperkuat fondasi etis dalam kepemimpinan Sunda, menjadikannya lebih relevan dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Tantangan dan Peluang Kepemimpinan Sunda Modern
Menjaga Identitas Budaya
Globalisasi dan modernisasi membawa tantangan serius bagi pelestarian budaya dan nilai kepemimpinan tradisional. Pemimpin Sunda masa kini dihadapkan pada tugas penting untuk menjaga identitas budaya sambil mampu beradaptasi dengan perubahan sosial dan teknologi (Brata & Wijayanti, 2020).
Mengatasi Hambatan Perempuan dalam Politik
Meskipun sudah ada kemajuan, perempuan Sunda masih menghadapi hambatan signifikan dalam berkiprah di dunia politik. Penguatan kesadaran, pendidikan, dan pelatihan menjadi kunci untuk mendorong peran aktif perempuan sebagai pemimpin (Amanah et al., 2023).
Pemanfaatan Kearifan Lokal untuk Isu Kontemporer
Kearifan lokal Sunda dapat digunakan sebagai modal untuk menghadapi masalah modern seperti keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial. Misalnya, komunitas Ciptagelar dan Kampung Naga menerapkan prinsip hidup harmonis dengan alam yang bisa dijadikan contoh kepemimpinan berkelanjutan (Komariah, 2016; Harashani, 2018).
Studi Kasus: Kabuyutan Ciburuy dan Kampung Naga
Kabuyutan Ciburuy
Komunitas Kabuyutan Ciburuy dikenal dengan upacara seba yang meneguhkan keseimbangan spiritual dan moral. Upacara ini merefleksikan nilai-nilai kepemimpinan yang berfokus pada keharmonisan dan spiritualitas (Setiati & Resita, 2022).
Kampung Naga
Kampung Naga adalah contoh nyata masyarakat yang berhasil mempertahankan tradisi Sunda sekaligus mengelola hubungan manusia dengan alam secara berkelanjutan. Kepemimpinan di sana memadukan nilai budaya dengan pengelolaan sumber daya secara bijaksana (Harashani, 2018).
Pendidikan sebagai Wahana Pengembangan Pemimpin Masa Depan
Pendidikan menjadi medium penting untuk menanamkan nilai-nilai kepemimpinan Sunda yang berakar pada kearifan lokal. Integrasi naskah-naskah kuno seperti Amanat Galunggung dalam kurikulum pendidikan kewarganegaraan diyakini mampu memperkuat identitas nasional dan karakter peserta didik (Ramdani & Sapriya, 2017).
Model pendidikan dari teks Sewaka Darma juga mengajarkan nilai kebijaksanaan hidup dan spiritualitas yang dapat membentuk pemimpin yang berintegritas (Siswantara, 2016).
Kesimpulan
Manuskrip Sunda Buhun di Kabuyutan Ciburuy menyajikan warisan nilai dan konsep kepemimpinan yang kaya dan mendalam. Kepemimpinan Sunda menekankan keseimbangan antara etika, spiritualitas, dan tanggung jawab sosial, dengan ciri khas yang mengakar pada kearifan lokal dan harmoni dengan alam.
Di tengah perubahan zaman, prinsip-prinsip tersebut masih relevan untuk diterapkan, terutama dengan penyesuaian terhadap tantangan modern seperti globalisasi dan pemberdayaan perempuan. Pelestarian manuskrip dan integrasi nilai-nilai Sunda dalam pendidikan menjadi kunci penting untuk mencetak pemimpin masa depan yang berwawasan luas, berintegritas, dan berjiwa lokal.
Daftar Pustaka (Contoh Sitasi APA)
Amanah, D. A., Nurbayani, S., Komariah, S., & Nugraha, R. (2023). Dinamika Peran Perempuan Sunda dalam Kepemimpinan Politik Era Modern. Jurnal Analisa Sosiologi. https://doi.org/10.20961/jas.v12i2.70660
Arisandi, I. B., Mamun, T. N., & Darsa, U. A. (2021). Refleksi Nilai Adab dan Hubungan Horizontal dalam Naskah Babad Awak Salira. Jurnal Lektur Keagamaan. https://doi.org/10.31291/jlka.v19i2.995
Brata, Y. R., & Wijayanti, Y. (2020). Dinamika Budaya dan Sosial dalam Peradaban Masyarakat Sunda Dilihat dari Perspektif Sejarah. https://doi.org/10.25157/ja.v7i1.3380
Darajat, D., Ruhaliah, R., & Isnendes, R. (2020). Karakteristik Kepemimpinan Sunda dalam Novel Sejarah Mantri Jero Karya R. Memed Sastrahadiprawira. Universitas Pendidikan Indonesia Press. https://doi.org/10.17509/jlb.v11i1.25162
Darsa, U. A., & Sumarlina, E. S. N. (2022). Kabuyutan Ciburuy Kecamatan Bayongbong Garut: Eksistensi dan Fungsi. https://doi.org/10.61296/kabuyutan.v1i2.41
Hastuti, I. S., Kunkurat, K., Priangi, A., & Sonjaya, R. (2021). Sunda's Local Assistance in Leadership. Journal Sampurasun. https://doi.org/10.23969/sampurasun.v7i1.3166
Harashani, H. (2018). Local Wisdom of Kampung Naga in The Era of Globalization. https://doi.org/10.33751/jhss.v2i1.823
Isnendes, R., Ruhaliah, R., Koswara, D., & Permana, R. (2019). Tatakrama Kepemimpinan Sunda dalam Novel Sejarah Tanjeur na Juritan Jaya di Buana Karya Yoseph Iskandar. Universitas Pendidikan Indonesia Press. https://doi.org/10.17509/jlb.v10i1.16943
Komariah, S. (2016). Local Wisdom of Ciptagelar Community in Managing Environmental Sustainability. https://doi.org/10.2991/icse-15.2016.39
Ramdani, Y. A., & Sapriya, S. (2017). Integration of Local Wisdom Based on Naskah Amanat Galunggung in Civics Learning. https://doi.org/10.20473/mkp.v30i42017.418-427
Rodiyah, S., Khodijah, U. L. S., & Kurniasih, N. (2018). Ancient Manuscript as Cultural Identity in The Community of Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut Residence. https://doi.org/10.20473/rlj.v3-i1.2017.97-107
Ruhimat, M. (2017). Katalogisasi Naskah Sunda Kuno Koleksi Kabuyutan Ciburuy. https://doi.org/10.24198/mh.v7i3.18860
Setiati, A., & Resita, A. (2022). Penghayatan Nilai-Nilai Moral pada Upacara Seba dalam Meningkatkan Spiritualitas Masyarakat Adat Kabuyutan Ciburuy Kabupaten Garut. Sunan Gunung Djati State Islamic University Bandung. https://doi.org/10.15575/jis.v2i4.20061
Siswantara, Y. (2016). Sewaka Darma: Pembelajaran Keutamaan Kehidupan dan Implikasi Pedagogisnya. https://doi.org/10.26593/mel.v32i1.1925.46-72
Sumarlina, E., Permana, R., & Darsa, U. (2020). Tata Ruang Kosmologis Masyarakat Adat Kampung Naga Berbasis Naskah Sunda Kuno. Lokabasa. https://doi.org/10.17509/jlb.v11i1.25163



Comments