top of page
Search

Strategi Bisnis Berkelanjutan: Cara Cerdas Menyelamatkan Bumi dan Menguatkan Bisnis

Bisnis Zaman Sekarang Nggak Cuma Cari Untung

Di era perubahan iklim yang makin nyata dan persaingan global yang ketat, bisnis nggak bisa lagi cuma mikir soal cuan. Sekarang, orang-orang—termasuk Gen Z—makin peduli sama planet ini dan nyari produk dari brand yang punya tanggung jawab sosial dan lingkungan. Artinya, bisnis harus mulai mikir gimana caranya tetap untung, tapi juga ramah lingkungan dan adil buat masyarakat. Nah, di sinilah pentingnya strategi bisnis berkelanjutan.



Empat Pilar Bisnis yang Punya Masa Depan

1. Ekonomi Hijau

Bayangin bisnis yang tetap jalan tapi nggak nyakitin bumi. Ekonomi hijau fokus ke efisiensi sumber daya dan ngurangin jejak karbon. Contohnya, pakai energi surya atau angin, bikin produk ramah lingkungan, atau kurangi sampah dari produksi. Ini bukan cuma keren buat branding, tapi juga bantu selamatkan bumi (1).

2. Ekonomi Biru

Indonesia kaya laut, dan itu bisa jadi sumber rezeki yang lestari kalau dikelola dengan bijak. Ekonomi biru bicara soal jaga laut sambil tetap bisa cari nafkah. Contohnya, tangkap ikan dengan cara ramah lingkungan atau rawat ekosistem pesisir kayak mangrove (2).

3. Ekonomi Sirkular

Alih-alih buang barang lama, kenapa nggak daur ulang atau pakai ulang? Prinsip ini bikin bisnis lebih hemat dan minim limbah. Kayak pakai botol bekas jadi botol baru atau desain produk yang awet dan bisa diperbaiki (3).

4. Ekonomi Digital

Teknologi sekarang jadi senjata penting buat bikin bisnis makin efisien dan transparan. IoT, big data, dan aplikasi digital bisa bantu petani, nelayan, atau UMKM naik kelas dan jualan ke pasar global (4).

Gimana Caranya Mulai?

Langkah awalnya adalah ngecek operasional bisnis sekarang: boros nggak energinya? Banyak buang bahan nggak? Terus, bikin target yang realistis, misalnya mau ngurangin emisi 30% dalam 5 tahun. Yang penting, keberlanjutan itu jangan cuma jadi pajangan di website atau laporan CSR—harus masuk ke inti strategi bisnis.

Dan tentu aja, semua ini nggak bisa jalan sendiri. Perlu kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, kampus, dan masyarakat. Selain itu, strategi juga harus fleksibel, ngikutin perkembangan zaman dan teknologi (5).

Tantangan: Antara Ideal dan Realita

Kenyataannya, nggak semua perusahaan benar-benar serius. Banyak yang pakai istilah "green" cuma buat pencitraan alias greenwashing. Bahkan, beberapa sektor seperti tambang atau perkebunan gede sering mengorbankan lingkungan demi keuntungan jangka pendek. Misalnya, tiap tahun Indonesia kehilangan ratusan ribu hektar hutan gara-gara ekspansi sawit dan tambang (6).

Banyak komunitas lokal dan adat yang jadi korban, padahal mereka yang paling paham cara jaga alam. Sayangnya, suara mereka sering kali nggak dianggap penting.

Suara dan Perjuangan Komunitas

Contohnya, masyarakat di sekitar proyek PLTU Batang, Jawa Tengah, yang suaranya sering diabaikan padahal mereka khawatir soal polusi dan hilangnya lahan pertanian. Mereka ngelawan karena mereka peduli sama masa depan lingkungan dan kehidupan mereka.

Sementara itu, di Papua dan Kalimantan, suku-suku adat seperti Moi dan Dayak Meratus sudah sejak lama punya cara sendiri menjaga hutan. Riset menunjukkan bahwa wilayah yang dikelola masyarakat adat malah lebih terjaga dari kerusakan (7).

Belajar dari Brand Besar (dan Kritikan ke Mereka)

Unilever

Brand ini punya program ramah lingkungan dan kerjasama dengan petani kecil. Tapi, tetap aja mereka dikritik soal banyaknya plastik sekali pakai yang mereka hasilkan. Jadi, masih banyak PR buat mereka supaya lebih konsisten (8).

Danone-AQUA

Mereka punya program daur ulang botol plastik dan kerja bareng komunitas. Tapi tetap aja, produksi botol plastik mereka masih banyak. Greenpeace bilang, daur ulang itu belum cukup—harus ada sistem isi ulang yang nyata (9).

E-Fishery

Startup teknologi ini bantu petani ikan lewat alat pintar yang otomatis kasih makan ikan. Hasilnya lebih efisien dan menguntungkan. Tapi ingat, teknologi juga harus ramah lingkungan supaya nggak merusak ekosistem air (10).

Apa yang Harus Dilakuin Selanjutnya?

  1. Dukung Aturan yang Jelas dan Tegas: Pemerintah harus punya regulasi yang kuat dan adil buat dorong bisnis hijau.

  2. Edukasi Keberlanjutan Sejak Dini: Dari sekolah sampai kampus, penting banget anak muda tahu cara hidup dan bisnis yang ramah lingkungan.

  3. Transparansi dan Audit: Perusahaan harus jujur sama apa yang mereka lakuin. Jangan cuma jual citra, tapi buktiin dengan tindakan nyata.

  4. Lindungi Hak Komunitas Adat: Mereka penjaga alam sejati. Tanpa perlindungan hukum, mereka akan terus terpinggirkan.

  5. Kolaborasi Itu Kunci: Kampus, startup, pemerintah, dan masyarakat harus kerja bareng bikin ekosistem bisnis berkelanjutan.

Penutup: Masa Depan Butuh Bisnis yang Peduli

Kalau kita pengen bumi yang layak huni buat generasi mendatang, bisnis harus berubah sekarang. Nggak cukup cuma inovatif dan efisien—bisnis juga harus peduli. Buat Gen Z, mahasiswa, dan anak milenial, ini saatnya jadi bagian dari solusi: dukung, beli, atau bahkan bangun bisnis yang berpihak pada bumi dan manusia.

Referensi

  1. UNEP. Towards a Green Economy. United Nations Environment Programme; 2011.

  2. FAO. Blue Growth: Unlocking the Potential of Seas and Oceans. Rome: FAO; 2014.

  3. Ellen MacArthur Foundation. Completing the Picture: How the Circular Economy Tackles Climate Change; 2019.

  4. McKinsey & Company. Digital globalization: The new era of global flows; 2016.

  5. World Economic Forum. Global Risks Report 2020.

  6. Forest Watch Indonesia. Laporan Pemantauan Hutan 2023.

  7. CIFOR. Indigenous Peoples and Sustainable Forest Management. Bogor: CIFOR; 2021.

  8. Greenpeace Indonesia. Branded: Pollution in Paradise; 2020.

  9. Greenpeace Indonesia. The Recycling Myth; 2021.

  10. Mongabay Indonesia. Risiko Lingkungan Budidaya Intensif; 2022.

 
 
 

Commenti


bottom of page