Koperasi Merah Putih: Antara Politik Keberpihakan dan Kemandirian Rakyat
- Roni Adi
- Apr 19
- 4 min read
Di tengah ketimpangan ekonomi yang semakin dalam, pemerintah menggulirkan program besar: membentuk 80.000 Koperasi Desa Merah Putih. Langkah ini menandai komitmen politik yang cukup jarang terjadi—yakni keberpihakan yang terang-terangan terhadap ekonomi rakyat.

Koperasi, seperti yang kita tahu, bukan hal baru. Ia telah hidup dalam DNA bangsa ini, bahkan menjadi manifestasi dari amanat Pasal 33 UUD 1945. Bung Hatta pun sejak awal sudah menempatkan koperasi bukan hanya sebagai instrumen ekonomi, tapi juga sebagai perlawanan terhadap sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Kini, melalui Koperasi Merah Putih, negara berusaha menghidupkan kembali semangat itu—dengan menyuntikkan dana, menyiapkan tujuh unit usaha di tiap koperasi, serta melibatkan kementerian dan bank milik negara untuk menopangnya.
Namun pertanyaannya: mampukah koperasi ini tumbuh kuat dan mandiri, atau justru terseret menjadi proyek politik semata?
Menghidupkan Koperasi Mandiri dan Kolaboratif di Indonesia
Koperasi di Indonesia ternyata bukan sekadar warisan lama—ia adalah alat modern untuk menciptakan keadilan ekonomi dan memperkecil kesenjangan. Lewat koperasi, masyarakat kecil bisa bergabung, menyatukan modal, dan membangun kekuatan ekonomi sendiri.
Apa Itu Koperasi Mandiri?
Koperasi mandiri adalah koperasi yang mampu bertahan dan berkembang tanpa terlalu bergantung pada bantuan pemerintah. Mereka dikelola secara demokratis oleh anggota, berorientasi pada kesejahteraan bersama, dan berprinsip pada keadilan distribusi pendapatan. Dalam masyarakat seperti Indonesia yang masih menghadapi ketimpangan, koperasi hadir sebagai jalan tengah menuju pemerataan ekonomi.
Studi Kasus Koperasi Sukses
KUD Mino Saroyo (Cilacap)
Koperasi ini menunjukkan bagaimana inovasi dan diversifikasi unit usaha bisa mengubah wajah ekonomi pesisir. Dari usaha perikanan, KUD ini kini punya omset besar dan berhasil membantu mengurangi kemiskinan di sekitar pantai Cilacap. Kuncinya? Inovasi manajemen, staf yang andal, dan adaptasi pasar.
Koperasi Eta Maritim (Bontang)
Lewat penguatan keramba jaring apung dan pelatihan budidaya laut, koperasi ini sukses meningkatkan keterampilan anggotanya. Infrastruktur yang mumpuni dan peningkatan kapasitas SDM jadi modal penting mereka untuk tumbuh dan bertahan di industri maritim.
Buana Walatra Sejahtera (Suntenjaya)
Menggabungkan produksi kopi dengan konservasi lingkungan, koperasi ini tidak hanya menghasilkan kopi berkualitas, tapi juga menjaga alam. Mereka berhasil mengembangkan produk bernilai tambah dan meningkatkan pendapatan petani dengan tetap menjaga keberlanjutan.
4. Koperasi KAREB (Bojonegoro)
Didirikan pada 1976 oleh 76 karyawan Perum Pengeringan Tembakau Bojonegoro (PPTB), KAREB awalnya fokus pada simpan pinjam dan kebutuhan konsumsi anggota. Ketika PPTB ditutup pada 1990, sekitar 300 anggota KAREB mengambil langkah berani dengan membeli pabrik tempat mereka bekerja melalui skema cicilan lima tahun. Langkah ini tidak hanya menyelamatkan lapangan kerja, tetapi juga mengubah koperasi menjadi pemilik sah pabrik tersebut. Kini, KAREB telah berkembang pesat dengan berbagai unit usaha, termasuk pengolahan tembakau, transportasi, dan simpan pinjam. Kinerja keuangannya pun impresif, dengan pendapatan mencapai Rp117,775 miliar dan laba Rp1,063 miliar pada 2015. KAREB juga menjalin kemitraan strategis, seperti dengan PT HM Sampoerna dalam produksi rokok kretek tangan, yang menyerap sekitar 1.800 tenaga kerja. Selain itu, produk olahan tembakaunya telah diekspor ke berbagai negara, termasuk Mesir, Polandia, Kanada, dan Jepang. Keberhasilan KAREB menunjukkan bahwa koperasi bisa mandiri dan berkembang jika dikelola dengan profesional, memiliki visi bisnis yang jelas, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Kolaborasi, Kunci Tumbuh Bersama
Di era sekarang, koperasi tidak bisa berjalan sendiri. Mereka perlu membangun kemitraan—baik dengan koperasi lain, lembaga keuangan, maupun perusahaan swasta. Ini bukan soal ketergantungan, tapi sinergi. Kolaborasi membuka akses ke pasar baru, berbagi pengetahuan, dan memperkuat daya saing bersama.
Koperasi sekunder, seperti federasi koperasi, memegang peranan penting. Mereka membantu koperasi kecil dengan pelatihan, pembiayaan, dan membuka jaringan pemasaran. Ini seperti kakak asuh yang siap bantu adik-adiknya berkembang.
Faktor Penting di Balik Koperasi yang Maju
Partisipasi Aktif Anggota
Koperasi bisa kuat karena semua anggotanya terlibat. Mereka ikut ambil keputusan, ikut untung, dan ikut rugi. Rasa memiliki ini yang membuat koperasi jadi lebih dari sekadar bisnis.
Tata Kelola yang Transparan
Dewan koperasi yang punya arah jelas dan integritas tinggi sangat menentukan keberhasilan koperasi. Transparansi membangun kepercayaan dan memperkuat fondasi kelembagaan.
Akses Modal dan Teknologi
Tanpa akses modal, pelatihan, dan teknologi, koperasi akan jalan di tempat. Kombinasi dukungan finansial dan peningkatan kapasitas adalah bahan bakar utama pertumbuhan koperasi.
Manajemen Keuangan yang Cermat
Koperasi sukses adalah yang bisa kelola uang dengan bijak. Punya cadangan modal, tahu kapan berinvestasi, dan mampu membagi keuntungan secara adil kepada anggotanya.
Penutup: Koperasi Bukan Hanya Bisnis, Tapi Gerakan Sosial
Koperasi adalah tentang keadilan, solidaritas, dan kebersamaan. Ketika koperasi mandiri didukung kolaborasi yang kuat, maka kita tidak hanya membangun ekonomi—kita sedang membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan saling peduli.
Koperasi Merah Putih seharusnya menjadi ruang pertemuan antara keberpihakan negara dan daya hidup rakyat. Negara perlu hadir untuk menciptakan akses—modal, pasar, pelatihan. Tapi setelah itu, koperasi harus diberi kepercayaan untuk menentukan jalannya sendiri. Dengan prinsip demokrasi ekonomi, koperasi bisa menjadi jalan tengah yang mempertemukan efisiensi ekonomi dan keadilan sosial.
Jika ini berhasil, maka kita tak hanya membangun koperasi, tapi membangun paradigma baru tentang pembangunan: pembangunan yang dimulai dari bawah, dengan rakyat sebagai subjek, bukan objek.
Koperasi bukan sekadar lembaga usaha. Ia adalah simbol perlawanan terhadap sistem yang meminggirkan. Dalam koperasi, tidak ada bos dan anak buah. Semua setara. Dan hanya dalam semangat kesetaraan itulah, keadilan ekonomi bisa benar-benar kita wujudkan.
Pemerintah punya niat baik, dan rakyat punya energi besar. Tinggal bagaimana kita menyatukan keduanya—tanpa saling menelan, tanpa saling mendominasi. Koperasi Merah Putih bisa menjadi jawabannya. Asal ia tidak dibungkus dengan bendera proyek, tetapi dibiarkan tumbuh dengan semangat kolektif yang asli.
Dalam konteks ini, pelatihan 240 ribu pengawas koperasi yang direncanakan pemerintah adalah langkah yang patut diapresiasi. Tapi pelatihan saja tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah perubahan paradigma. Pemerintah harus bergeser dari peran sebagai pembentuk koperasi, menjadi fasilitator yang menciptakan ekosistem sehat bagi koperasi untuk tumbuh.
Kritik dari sejumlah pakar koperasi patut menjadi perhatian. Mereka mengingatkan bahwa koperasi bukanlah perpanjangan tangan pemerintah. Jika koperasi kehilangan otonominya dan hanya berfungsi sebagai alat distribusi program, maka ia telah kehilangan jiwanya. PBB bahkan menegaskan bahwa koperasi hanya bisa efektif jika dijalankan berdasarkan prinsipnya sendiri—bukan semata karena keinginan negara.
ICA (International Cooperative Alliance) menekankan pentingnya tujuh prinsip dasar koperasi: keanggotaan terbuka, kendali demokratis, partisipasi ekonomi, otonomi, pendidikan, kerja sama, dan kepedulian terhadap masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak akan bertahan jika arah koperasi ditentukan dari atas, bukan dari musyawarah anggota.
Di sinilah kita melihat dilema yang perlu segera dijawab: bagaimana negara hadir tanpa menguasai?
Comments